Pertumbuhan dapat
didefinisikan sebagai proses penambahan secara teratur semua komponen di dalam
sel hidup, sehingga pertumbuhan ukuran yang diakibatkan oleh bertambahnya air
atau karena penumpukan lemak, bukan merupakan pertumbuhan. Pertumbuhan pada organisme
multiseluler adalah peningkatan jumlah sel per mikroorganisme, sementara pada
organisme uniseluler, pertumbuhan adalah pertambahan jumlah sel yang juga
berarti pertambahan jumlah organisme yang membentuk populasi atau satu biakan.
Salah satu cara untuk mengetahui pertumbuhan suatu mikroba
dapat dilakukan dengan perhitungan jumlah mikroba.
Jumlah koloni mikroba dapat
diperkirakan dengan suatu metode perhitungan yang disebut enumerasi.
Perhitungan jumlah mikroba dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jumlah
mikroba yang tumbuh pada media secara kuantitatif. Terdapat dua cara dalam
menghitung mikroba yaitu perhitungan secara langsung (direct method) dengan menghitung semua mikroba pada cawan petri
baik yang mati maupun yang hidup dan perhitungan secara tidak langsung (indirect method) yang dilakukan untuk
menghitung mikroba yang hidup saja.
Pertumbuhan memiliki pengaruh
terhadap jumlah mikroba, dimana semakin tinggi laju pertumbuhan, maka semakin
banyak jumlah mikroba. Berikut ini faktor-faktor penting yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba :
a) Nutrisi
Mikroba sama
dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi sebagai sumber energi
dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah : karbon, nitrogen,
hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya.
Ketiadaan atau kekurangan sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Kondisi tidak bersih dan higinis pada lingkungan
adalah kondisi yang menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba
sehingga mikroba dapat tumbuh berkembang di lingkungan seperti ini. Oleh karena
itu, prinsip daripada menciptakan lingkungan bersih dan higinis adalah untuk
mengeliminir dan meminimalisir sumber nutrisi bagi mikroba agar pertumbuhannya
terkendali.
b) Suhu
Suhu
merupakan salah satu faktor penting di dalam mempengaruhi dan pertumbuhan
mikroorganisme. Hal ini dikarenakan terdapat setiap mikroba memilik suhu pertumbuhannya
masing-masing. berikut ini terdapat pengelompokan mikroba berdasarkan suhu
pertumbuhannya.
Tabel 01. Pengelompokan
mikroba berdasarkan suhu pertumbuhannya
Kelompok
|
Suhu Minimum
|
Suhu Optimum
|
Suhu Maksimum
|
Psikrotrof
|
- 1o C.
|
25o C.
|
35o C.
|
Mesofil
|
5 – 10o
C.
|
30 – 37o
C.
|
40o C.
|
Thermofil
|
40o C.
|
45 – 55o
C.
|
60 – 80o
C.
|
c) pH
Setiap organisme memiliki kisaran pH masing-masing dan memiliki pH optimum yang berbeda-beda. Kebanyakan mikroba dapat tumbuh pada kisaran ph 4,0 – 7,0.
Setiap organisme memiliki kisaran pH masing-masing dan memiliki pH optimum yang berbeda-beda. Kebanyakan mikroba dapat tumbuh pada kisaran ph 4,0 – 7,0.
d) Oksigen
Mikroorganisme memiliki karakteristik sendiri-sendiri di dalam kebutuhannya akan oksigen. Mikroorganisme dalam hal ini digolongkan menjadi :
1) Aerob : hanya dapat tumbuh apabila ada oksigen bebas.
2) Anaerob/anaerob obligatif: hanya dapat tumbuh apabila tidak ada oksigen bebas.
3) Anaerob fakultatif : dapat tumbuh baik dengan atau tanpa oksigen bebas.
4) Mikroaerofilik : dapat tumbuh apabila ada oksigen dalam jumlah kecil.
Mikroorganisme memiliki karakteristik sendiri-sendiri di dalam kebutuhannya akan oksigen. Mikroorganisme dalam hal ini digolongkan menjadi :
1) Aerob : hanya dapat tumbuh apabila ada oksigen bebas.
2) Anaerob/anaerob obligatif: hanya dapat tumbuh apabila tidak ada oksigen bebas.
3) Anaerob fakultatif : dapat tumbuh baik dengan atau tanpa oksigen bebas.
4) Mikroaerofilik : dapat tumbuh apabila ada oksigen dalam jumlah kecil.
Salah
satu metode yang
digunakan dalam menghitung jumlah mikroba adalah metode Total Plate Count (TPC) yang merupakan salah satu jenis perhitungan secara
tidak langsung. Metode TPC dilakukan dengan cara menghitung jumlah mikroba
dimana koloni mikroba yang dihitung hanyalah mikroba yang
hidup saja. Metode TPC memiliki
kelebihan yaitu prosedur kerja yang lebih mudah dan tidak memerlukan alat
bantu. Kekurangan metode TPC yaitu hasil perhitungannya terkadang tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya karena prosedur
pengamatannya menggunakan mata telanjang
sehingga beberapa sel yang berdekatan mungkin akan terlihat membentuk satu
koloni. Prinsip dari metode TPC adalah menghitung jumlah mikroba yang
ditumbuhkan atau yang terdapat pada media agar dengan mata telanjang atau tanpa
menggunakan alat bantu.
Perhitungan mikroba metode TPC memiliki
ketentuan- ketentuan dalam perhitungan jumlah mikrobanya yaitu harus dalam
skala 30> atau < 300. Metode TPC mengenal istilah TSUD atau
Terlalu Sedikit Untuk Dihitung adalah kondisi dimana jumlah mikroba pada cawan petri terlalu
sedikit atau kurang dari 30 koloni sehingga sulit untuk diamati dan dihitung.
TSUD terjadi karena tingkat pengenceran yang terlalu tinggi sehingga menurunkan
jumlah konsentrasi mikroba. Selain itu, dalam metode TPC juga dikenal sitilah
TBUD atau Terlalu Banyak Untuk Dihitung adalah kondisi dimana jumlah koloni pada cawan petri terlalu banyak
atau melebihi 300 koloni sehingga sulit untuk dihitung karena koloni akan
bertumpuk dan memenuhi permukaan cawan petri sehingga tidak dapat dibedakan
antara koloni satu dengan koloni lainnya. Perhitungan mikroba metode
TPC menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
∑sel : jumlah
koloni sel mikroba
∑koloni : jumlah koloni
∑inokulum : jumlah
inokulum
Ê„P :
tingkat pengenceran
Salah satu faktor yang harus
mempengaruhi perhitungan jumlah mikroba adalah proses pengenceran bertingkat. Hal
ini dikarenakan berdasarkan prinsipnya, pengenceran
bertingkat dilakukan untuk menurunkan jumlah
mikroba sehingga semakin tinggi tingkat pengenceran yang dilakukan, maka
semakin sedikit jumlah mikroba begitupun sebaliknya, apabila tingkat
pengenceran terlalu rendah maka jumlah mikroba akan banyak. Oleh
karena itu, kultur mikroba yang akan dihitung dengan metode
TPC harus melalui tahap pengenceran terlebih dahulu untuk menjaga konsentrasi
agar jumlah mikroba di dalam sampel tidak terlalu banyak ataupun terlalu
sedikit. Proses pengenceran bertingkat biasanya menggunakan
perbandingan 1: 9 antara sampel dan larutan fisiologis dan 1:10 dari pegenceran
sebelumnya.
Pengenceran
bertingkat menggunakan larutan fisiologis yang terdiri dari NaCl dan aquades. Hal
ini dikarenakan larutan fisiologis mampu menjaga tekanan osmotik antara cairan
di luar sel dan cairan di dalam sel karena larutan fisiologis bersifat buffer
dan memiliki sifat isotonis yang mampu
mempertahankan tekanan
cairan di dalam dan diluar sel sehingga sel mikroba
yang diencerkan tidak mengalami lisis. Selain itu, larutan fisiologis mampu
mempertahankan nilai pH dari mikroorganisme. Hal ini dikarenakan pH larutan
fisiologis bernilai konstan. Larutan fisiologis yang sering digunakan dalam
pengenceran bertingkat adalah larutan fisiologis yang berkonsentrasi antara
0,85% sampai 0,9% karena konsentarsi tersebut merupakan konsentrasi optimal
dari larutan fisiologis.
Sumber:
Bettelheim. 2005. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
Diarti.
M.W., Tatontos ,E.Y., Turmuji, A. 2016. Larutan Pengencer Alternatif 0,9% Dalam
Pengecatan Giemsa Pada Pemeriksaan Morfologi Spermatozoa. Jurnal Kesehatan Prima.2.(2): hal; 1710-1713.
Dwidjoseputro, D. 2005.
Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Irianto, K. 2007. Mikrobiologi Umum. CV Yrama Widya. Bandung.
Nurjanna., dan
Fajrihanif. A. 2010. Penentuan Nakteri Sulfat Reducing Bacteria (SRB) dan
Sulfur Oxidazing Bacteria (SOB) dengan Menggunakan Pelarut yang Berbeda. Media
Akuakultur. 5 ( 1). hal : 47-50.
Pelczar., Michael J., dan E. C. S. Chan.
2008. Dasar - Dasar Mikroorganisme. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Suriawira, U. 1985. Pengantar Mikrobiologi
Umum. Angkasa. Bandung.
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhammadiah Malang Press. Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar